JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 13 tahun bangsa Indonesia hidup dalam era reformasi. Namun demikian, keberhasilannya dalam mengantarkan masyarakat Indonesia ke tingkat kesejahteraan dan peradaban yang lebih baik dinilai tidak signifikan.
Wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy mengatakan, keadaan 'mati suri' ini disebabkan justru karena ketidaksiapan elite politik untuk berdemokrasi. Menurut Budiarto, reformasi sebenarnya dimaksudkan untuk membentuk kembali, karena pada zaman Orde Baru, bentuk demokrasinya sudah menyimpang dari maksud seharusnya. Sayangnya, kata Budiarto, dalam perjalanan reformasi, yang terjadi justru deformasi.
"Saya kira sekarang bukan demokrasi lagi. Tapi jangan salahkan sistem dan bangunannya, the problem is the singer, not the song. Sistemnya sudah benar, ada fungsi, lembaga, konsolidasi ada. Tapi yang deformasi adalah kultur kita belum berubah. Jadi kita mau pakai pakaian apapun, ganti baju, tetap, kultur kita belum siap untuk demokrasi," tutur Budiarto dalam diskusi mingguan Polemik bertajuk "Reformasi Mati Suri" di Warung Daun, Cikini, Sabtu (21/5/2011).
Karena itu, menurut Budiarto, jangan mempertentangkan apakah sekarang lebih baik atau buruk. "Lebih baik mengaca diri siapkah kita berdemokrasi," ujar Budiarto.
Ia menegaskan bahwa ketidaksiapan itu bukan pada masyarakat, melainkan pada kultur elite politik, terutama partai politik yang berada pada peralihan rezim. Masyarakat sendiri sebenarnya sudah siap untuk hidup dalam alam demokrasi sejak digulirkan pada tahun 1998. "Yang didorong seharusnya elitenya. Masyarakat itu ditipu terus dengan duit, fasilitas dan janji-janji yang tak pernah ditepati. Jadi masyarakat takluk pada serangan fajar, dan sebagainya. Jadi demokrasi itu dimanipulasi oleh elitenya," tandas Budiarto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar